Selasa, 31 Mei 2016

Google, Facebook, dan Twitter Digugat Keluarga Korban Teroris Prancis

Google, Facebook, dan Twitter  digugat oleh pihak keluarga seorang mahasiswa yang menjadi korban serangan teroris di Paris November 2015 lalu.

Menurut mereka, media sosial yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan itu menyediakan dukungan materi terhadap grup militan Islamic State of Iraq and Syria atau yang lebih dikenal dengan ISIS, demikian dikutip dari Reuters, Jumat (17/6/2016).

Keluarga Nohemi Gonzalez -- nama korban -- mendaftarkan gugatan tersebut di pengadilan federal San Francisco, Amerika Serikat. Dalam gugatannya itu mereka memnita pengadilan untuk menghukum perusahaan-perusahaan yang melanggar UU Anti Terorisme AS.

Selain itu mereka juga meminta uang ganti rugi akibat karena kehilangan anggota keluarganya itu. Pengadilan juga yang nantinya akan menerapkan besaran uang ganti rugi tersebut.

"Selama bertahun-tahun, tergugat telah diketahui mengizinkan grup teroris ISIS untuk menggunakan jejaring sosial sebagai alat untuk menyebarkan propaganda ekstrimis, menggalang dana dan menarik anggota baru," demikian yang tertulis dalam gugatan tersebut.

Dalam gugatan itu disebut dukungan material terhadap grup teroris tersebut membolehkan mereka untuk mendanai dan melakukan sejumlah serangan teror, termasuk serangan di Paris pada akhir November 2015 lalu yang menewaskan 130 orang, termasuk Gonzalez, seorang mahasiswa California State University yang sedang menuntut ilmu di negara itu.

Google menolak untuk mengomentari gugatan ini, namun dalam pernyataannya mereka menegaskan kalau mempunyai kebijakan tersendiri untuk melarang aktivitas perekrutan teroris.

"Kami punya kebijakan yang jelas untuk melarang perekrutan teroris dan konten yang terkait dengan kekerasan dan kami akan menghapus video yang melanggar kebijakan ini secepatnya setelah ditandai oleh pengguna," tulis Google dalam pernyataannya.

Sementara Facebook dalam pernyataannya menyebut kalau tak ada tempat bagi teroris atau konten yang mempromosikan atau mendukung terorisme di Facebook, dan mengaku sudah bekerja keras untuk menghapus konten secepatnya setelah terdeteksi.

Bozoma Saint John, Imigran Asal Ghana yang Jadi Orang Penting di Apple

Di kalangan petinggi Apple, namanya memang tidak seterkenal Eddy Cue atau Craig Federighi, apalagi sang CEO Tim Cook. Namun sosoknya mendadak membuat 'geger' acara keynote Worldwide Developers Conference (WWDC) 2016.

Sosok yang dimaksud adalah Bozoma Saint John. Ia berhasil membawa kemeriahan yang spesial di pembukaan WWDC tahun ini. Tidak saja menyajikan demo yang menarik, tapi turut menghipnotis yang hadir untuk ngerap dan bertepuk tangan mengikuti irama musik.

Namun menjadi pertanyaan siapakah Bozoma Saint John? Di jagat teknologi, namanya belum mentereng. Tapi di dunia hiburan dan periklanan, sosoknya ternyata cukup top.

Bozoma dipercaya sebagai Head of Global Consumer Marketing for Apple Music. Tidak mengejutkan Apple menunjuk dirinya untuk menduduki jabatan penting itu. Sebab wanita berkulit hitam ini sukses menghubungkan musisi dan artis dengan brand ternama.

Namun demikian untuk berdiri di panggung megah Apple bukanlah mudah. Bozama harus menghadapi kehidupan yang penuh liku sampai akhirnya bisa meraup kesuksesan sekarang ini.

Bozoma dilahirkan di Ghana. Pada umur 14, ia mengikuti kedua orang tuanya berimigrasi ke Colorado Springs, Amerika Serikat.

Kisah ayahnya yang rela bergabung ke tentara Ghana sebagai pemain klarinet agar dapat lulus kuliah di Amerika Serikat menjadi insipirasi hidupnya hingga kini.

"Orang-orang yang melihatnya di atas kertas akan mengatakan dia tidak akan pernah berhasil," ujar Bozoma saat menyampaikan keynote di acara F1rst Graduate pada Mei lalu.

Selepas SMA, Bozoma lantas melanjutkan pendidikannya ke Wesleyan University. Ia pun mendapat gelar sarjana dalam bidang African American studies and English.

Selepas lulus, ia sempat bekerja di agensi iklan SpikeDDB dan brand fashion Ashley Steward. Setelahnya ia menapaki kariernya di Pepsi. Cukup lama, Bozoma berkerja di perusahaan minuman soda ini. Kurang lebih 10 tahun lamanya. Dari sinilah ia berkenalan dengan industri musik.

Bozama dipercaya menjalankan divisi musik dan hiburan Pepsi. Divisi ini bisa dibilang adalah gagasannya setelah ia menyarankan Pepsi untuk mensponsori festival dan acara penghargaan musik.

Minat musik wanita berambut keriting ini pun menghantarkannya ke Beats Music. Ia dipinang pendiri Beats Music Jimmy Iovine untuk menjadi Senior Vice President of Global marketing.

Saat Beats Music diakusisi Apple, Mozama harus berkantor di Cupertino dan Los Angeles. Dalam seminggu, ia bisa empat kali bolak balik antara kedua kota tersebut. Jerih payahnya itu terbayar dengan kesuksesannya yang diraupnya saat ini.

Ketika Apple Music diluncurkan 2015 silam, Bozoma tidak begitu bersinar. Tapi di ajang WWDC 2016, ia mampu berkilau terang, bahkan dinilai mengalahkan pesona Tim Cook. Atas prestasinya itu banyak orang menilai Bozoma dapat menjadi CEO Apple di masa depan.

"Ia adalah sosok pemimpin wanita yang kuat yang tidak diragukan lagi akan membawa hal menakjubkan di dunia teknologi. Ia adalah salah satu dari sedikit orang yang benar-benar memahami teknologi dan pop culture," ujar Anjula Acharia-bath dari Trinity Ventures dan entreprenuer seperti dilansir Business Insider, Selasa (14/6/2016).